LTN NU Jabar, Abdul Mun’im – Maulid Nabi Muhammad Saw merupakan peringatan untuk mengenang sosok pribadi agung sebagai uswah hasanah (teladan) bagi kita selaku umatnya didalamnya banyak dibacakan Sholawat yang merupakan amalan yang ringan namun penuh keutamaan dan kemanfaatan hingga menjadikan wasilah bagi para pesuluk untuk meraih maqam musyahadah (menyaksikan) Rasulullah Saw. Sholawat sebagai ritual ibadah qauliyah yang diperintahkan langsung dari Allah Swt serta yang pertama bersholawat kepada kekasih-Nya Al-Musthofa Muhammad Saw.
Al-Habib Umar bin Hafidz menyatakan pada salah satu kajiannya di Rubath Tarim Hadralmaut bahwa :
لاَ يَعْرِفُ قَدْرَ المَوْلِدِ إِلاَّ مَنْ عَرفَ قَدْرَ المَوْلُودِ ﷺ
“Tidak akan tahu hakikat keutamaan Maulid kecuali orang yang telah tahu hakikat keutamaan dan kemuliaan Insan yang dilahirkan dibulan Maulid,” Tutur Pimpinan Rubath Darul Musthafa.
Al-Qur’an lebih spesifiknya terdapat pada surat Al-Ahzab ayat 56
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sungguh Allah dan malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Muhammad Saw. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk nabi. Ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Sehingga jelas sekali bahwa sholawat kepada Nabi Muhammad Saw. Adalah perintah langusung dari Allah Swt. Untuk hamba-hambanya agar sampai kepada wasilah pembawa risalah kenabian.
Rasulullah Saw. Sebagai teladan sepanjang masa menyampaikan dengan sabdanya bahwa
وقال صلى الله عليه وسلم: {إنَّ أوْلَى النَّاسِ بِي يَوْمَ القِيَامَةِ أكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلاَةً}.
“Sungguh manusia yang paling pertama bersamaku di Hari Kiamat adalah yang paling banyak bersholawat atasku.”
Hadist tersebut dijelaskan oleh Imam As-Suyuthi bahwa hadist Nabi, Atsar, maupun riwayat yang beliau sampaikan adalah berdasarkan sanad yang shahih terkait dengan bersholawat kepada Rasulullah Al-Musthofa sebagai teladan akhir zaman.
Al-Allamah al-Arif Billah Syeikh Yusuf al-Nabhani, dalam kitab Sa’adat al-Darayn, menulis:
وَبِالجُمْلَةِ أَنَّ الصَلاَةَ عَلَى النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُوصِلُ إِلَى عَلاَّمِ الغُيُوْبِ مِنْ غَيْرِ شَيْخٍ. لِأَنَّ السَنَدَ وَالشَيْخَ صَاحِبُهَا لِأَنَّهَا تُعْرَضُ عَلَيْهِ وَيُصَلِّي اللهُ عَلَى المُصَلِّي. بِخِلاَفِ غَيْرِهَا مِنَ الأَذْكَارِ فَلاَ بُدَّ فِيْهَا مِنَ الشَيْخِ العَارِفِ وَإِلاَّ دَخَلَهَا الشَيْطَانُ وَلاَ يَنْتَفِعُ بِهَا صَاحِبُهَا
“Pada intinya, sesungguhnya sholawat kepada Nabi Saw, dapat mengantarkan pengamalnya wushul (sampai ke hadirat Allah Swt) Dzat Yang Maha Gaib tanpa guru. Karena sanad dan Syeikh (dalam sholawat) adalah pemilik sholawat (Rasulullah Saw). Sesungguhnya sholawat diperlihatkan kepadanya serta Allah bersholawat kepada orang yang bersholawat (mushalli). Berlainan dengan (wirid) yang lain dari beberapa dzikir, yang di dalamnya harus ada Mursyid yang Arif (Billah). Jika tidak, maka setan masuk di dalam wirid/dzikir tersebut, dan tidak memberikan manfaat kepada pengamalnya.”
Kemudian Al-Allamah al-Arif Billah Yusuf al-Nabhani juga menjelaskan bagaimana pesuluk dapat merasakan nikmat bersholawat kepada Nabi Muhammad Saw. Yakni sholawat menjadi wasilah untuk mendapatkan nikmat menyaksikan wujud Rasulullah hingga dapat merasakan kenikmatan wushul kepada Sang Pencipta.
وَمَعْلُومٌ أَنَّ مَنْ ذَاقَ لَذَّةَ وِصَالَ المُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاَلِهِ وَسَلَّمَ ذَاقَ لَذَّةَ وِصَالَ رَبِّهِ تَعالى, وَمَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الوِصَالَيْنِ لَمْ يَذُقْ لِلْمَعْرِفَةِ, وَمِنْ أَعْظَمِ الوَصَلِ التَعَلُّقِ بِصِفَاتِ الحَبِيْبِ وبِكَثْرَةِ الصَلاَةِ عَلَيْهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Dan telah diketahui bersama (kaum ahli makrifat), bahwa sesungguhnya, barangsiapa yang dapat merasakan nikmatnya wushul kepada Rasulullah Saw, maka ia akan merasakan nikmatnya wushul kepada Allah Swt. Dan barangsiapa yang memisahkan kedua wushul ini, maka ia tidak akan merasakan makrifat sejati. Seagung-agungnya jalan wushul adalah ta’alluq (menyandarkan diri) dengan sifat Sang Kekasih Allah Swt, yaitu dengan memperbanyak bershalawat kepada Nabi Saw.”
Ada pun ulama yang mendapatkan kenikmatan dapat menyaksikan wujud sang Nabi Saw dan dapat berkumpul dalam satu majelis. Sesuai dengan keterangan barikut ini.
وسمعت سيدي عليا الخواص رحمه الله يقول : لا يكمل عبد في مقام العرفان حتى يصير يجتمع برسول الله صلى الله عليه وسلم أي وقت شاء، قال : وممن بلغنا أنه كان يجتمع بالنبي صلى الله عليه وسلم يقظة ومشافهة من السلف، الشيخ أبو مدين شيخ الجماعة، والشيخ عبد الرحيم القناوي، والشيخ موسى الزولي، والشيخ أبو الحسن الشاذلي، والشيخ أبو العباس المرسي، والشيخ أبو السعود بن أبي العشائر، وسيدي إبراهيم المتبولي
“Aku mendengar Sayyid Ali al-Khawwas berkata, “Seorang hamba tidak akan sempurna dalam mencapai maqam ‘irfan sampai ia dapat berkumpul bersama Rasulullah Saw. pada waktu kapanpun yang diinginkan.” Sayyid Ali berkata, “Dan sebagian dari ulama’ salaf yang telah menyampaikan berita kepadaku bahwasanya di antara mereka pernah berkumpul bersama Rasul SAW, secara sadar dan berdialog, mereka adalah: Syeikh Abu Madyan, Syeikh Abd al-Rahim al-Qunawi, Syeikh Musa al-Zuliy, Syeikh Abu al-Hasan al-Syadzili, Syeikh Abu al-Abas al-Mursi al-Syadziliy, Syeikh Abu al-Su’ud bin Abi al- ‘Asya’ir, dan Sayyid Ibrahim al-Matbuli.”
Syeikh Ahmad al-Zawawi pernah mengatakan bahwa thariqah kita adalah mereka yang memperbanyak bacaan sholawat kepada Nabi Muhammad Saw.
طَرِيْقُنَا أَنْ نُكَثِّرَ مِنَ الصَلاَةِ عَلَى النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى يَصِيْرَ يُجَالِسُنَا وَنَصْحَبُهُ مِثْلَ الصَحَابَةِ وَيَسْأَلُهُ عَلَى أُمُورِ دِيْنِنَا
“thariqah kita (untuk menuju Allah Swt) dengan memperbanyak bershalawat kepada Nabi Saw, hingga Beliau menjadi teman duduk kita secara jaga, dan kita bersahabat dengannya sebagaimana persahabatan para sahabatnya, dan kita bisa bertanya kepadanya tentang urusan agama kita.”
Mereka para ulama yang telah wushul (mencapai) pada suatu maqam (derajat) maka akan mendapatkan kemulian, kemudahan hidup dengan banyak solusi dari manfaat bersholawat kepada Rasulullah Saw.
Penulis : Abdul Mun’im Hasan