Uniknya Muludan Citayam 2025: Belasan Ulama Se-Jabodetabek Sampaikan Dakwah Damai
Salah satu tokoh yang hadir, Habib Umar bin Abdurahman Assegaf, mengajak masyarakat untuk meramaikan pengajian dan mengaji kepada guru yang memiliki sanad keilmuan yang tersambung hingga Rasulullah SAW. "Ngaji dengan guru yang ikhlas. Kiai, habaib, asatiz. Yang harus dipahami juga, pendakwah dari zuriyah (keturunan) mereka datang untuk menyadarkan sisi kemanusiaan dengan penghambaan kepada Allah," ujar pemimpin Majelis Taklim Al-Kifahi Ats-Tsaqafi di Bukit Duri, Jakarta ini.
Uniknya Muludan Citayam 2025: Belasan Ulama Se-Jabodetabek Sampaikan Dakwah Damai
KABUPATEN BOGOR, LTN NU BOGOR RAYA – Tradisi Muludan (peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW) di Kampung Citayam, Kabupaten Bogor, kembali digelar dengan keunikan tersendiri pada tahun 2025. Acara ini berhasil menghadirkan belasan tokoh ulama dan habaib dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang secara bergantian menyampaikan dakwah dengan pesan perdamaian.
Salah satu tokoh yang hadir, Habib Umar bin Abdurahman Assegaf, mengajak masyarakat untuk meramaikan pengajian dan mengaji kepada guru yang memiliki sanad keilmuan yang tersambung hingga Rasulullah SAW.
“Ngaji dengan guru yang ikhlas. Kiai, habaib, asatiz. Yang harus dipahami juga, pendakwah dari zuriyah (keturunan) mereka datang untuk menyadarkan sisi kemanusiaan dengan penghambaan kepada Allah,” ujar pemimpin Majelis Taklim Al-Kifahi Ats-Tsaqafi di Bukit Duri, Jakarta ini.
Habib Umar, yang merupakan murid dari KH. Ahmad Djunaidi (ulama Betawi asal Pedurenan, Jakarta Selatan) dan Mama KH. Abdullah bin Nuh (ulama kharismatik asal Cianjur yang makamnya di Pesantren Al-Ghazaly, Kota Bogor), juga menyerukan agar anak-anak diarahkan sejak dini untuk belajar membaca Alif, Baa, Taa kepada guru.
“Tradisi mengaji harus lestari. Arahkan anak-anak kita untuk menghormati, taat kepada gurunya. Agar meraih keberkahan hidup,” tegasnya.
Tradisi Turun-Temurun Penuh Keunikan
Tradisi Muludan di Kampung Citayam dikenal memiliki dua keunikan utama.
Pertama, masyarakat secara turun-temurun menjadikan rumah mereka sebagai persinggahan bagi para tamu dan tokoh yang hadir. Mereka menyambut para tamu dengan jamuan nasi kembuli yang menjadi ciri khas perayaan ini.
Kedua, acara pengajian ini dihadiri oleh belasan tokoh ulama se-Jabodetabek. Para ulama ini secara bergantian diberikan kesempatan untuk naik mimbar dan menyampaikan ceramah, meskipun hanya dalam durasi lima menitan. Hal ini memastikan bahwa keberkahan dakwah dapat disampaikan oleh banyak pendakwah sekaligus.
Tradisi ini telah diwariskan sebagai legacy dari guru sepuh di Citayam yang dikenal dengan sebutan Guru Mahmud dan Muallim Nasri. Berkat keberkahan ilmu kedua tokoh kharismatik tersebut, tradisi Muludan di Citayam tetap lestari hingga kini.
Pewarta: Abdul Mun’im Hasan







